Rabu, 23 Februari 2011

farmakologi

Pengetahuan Dasar Farmakologi

Yang dipelajari dan sebagai dasar dari praktikum farmakologi adalah cara-cara pemberian obat dan faktor yang mempengaruhi pemberian obat. Cara pemberian obat sangat penting artinya karena setiap jenis obat berbeda penyerapannya oleh tubuh dan sangat bergantung pada lokasi pemberian. Sedangkan faktor yang mempengaruhi pemberian obat ini juga sangat penting bergantung pada kondisi individu, jenis kelamin dan spesies hewan laboratorium.

Cara pemberian obat

Kesetaraan jumlah obat dalam sediaan, belum tentu menghasilkan kadar obat yang seimbang dalam darah dan jaringan, hal tersebut dinamakan “ekuivalensi biologik” atau “bioekuivalensi”. Ada dua sediaan obat yang berekuivalensi kimia tetapitidak berekuivalensi biologik disebut “ bioinekuivalensi”. Hal tersebut terutama terjadi pada obat yang absorpsinya lambat karena sukar larut dalam cairan cerna, misalnya digoksin dan difenilhidantoin. Obat yang mengalami metabolisme selama absorpsinya, misalnya eritromisin dan levodopa. Perbedaan bioavailabilitas sampai 10% biasanya tidak menimbulkan perbedaan yang berarti terhadap efek klinisnya, yang artinya terjadi “ekuivalensi terapi”. Bioekuivalensi lebih dari 10% dapat menimbulkan “inekuivalensi terapi”, terutama untuk obat yang indek terapinya sempit, mislnya digoksin, difenilhidantoin, teofilin.

a) Oral
Ini adalah cara pemberian yang paling umum karena mudah, aman dan murah. Kerugiannya banyanyak faktor dapat mempengaruhi bioavailabilitasnya, yaitu: obat dapat mengiritasi saluran cerna, perlu kerjasama dengan penderita, sehingga tidak dapat dilakukan bila pasien koma. Absorpsi obat terjadi secara difusi pasif, oleh sebab itu obat harus mudah larut dalam lemak dan dalam bentuk non-ionik. Absorpsi obat dalam usus halus lebih cepat karena epitel usus halus permukaannya luas karena berbentuk vili yang berlipat. Sedngkan da;am lambung lebih lambat karena dindingnya tertutup lapisan mukus yang tebal.

b) Injeksi subkutan
Hanya boleh dilakukan untuk obat yang tidak menyebabkan iritasi jaringan. Pada umumnya absorpsi terjadi secara lambat dan konstant sehingga efeknya bertahan lama. Obat bentuk suspensi diserap lebih lambat daripada larutan. Pemberian obat yang dicampur dengan obat vasokonstriktor juga dapat memperlambat absorpsi obat tersebut. Obat bentuk padat yang ditanamkan dibawah kulit dapat diabsorpsi selama beberapa minggu atau beberapa bulan.

c) Intraperitoneal
Suntikan cara ini tidak lazim dilakukan pada manusia, tetapi sering dilakukan pada hewan laboratorium terutama mencit dan tikus. Obat yang disuntuikkan dalam rongga peritonium akan diabsorpsi cepat, sehingga reaksi obat akan cepat terlihat.

d) Intra muskuler.
Pemberian obat melalui cara ini sering dilakukan pada manusia dan hewan, tetapi untuk hewan coba seperti mencit dan tikus jarang dilakukan. Obat yang diberikan dengan cara ini akan diabsorpsi relatif kurang cepat. Daya kelarutan obat dalam air sangat menentukan kecepatan dan kelengkapan absorpsi. Obat yang sukar larut dalam air dapat mengendap di tempat suntikan, sehingga absorpsinya berjalan lambat, tidak lengkap dan tidak teratur.

e) Per-rektal
Pemberian obat dengan cara ini, absorpsinya relatif lambat karena daya absorpsi rektum tidak sperti pada usus.

f) Inhalasi
Pemberian obat cara ini hanya dapat dilakukan pada obat-obat yang berbentuk larutan mudah menguap. Absorpsinya terjadi melalui epitel paru-paru dan mukosa saluran nafas. Absorpsi obat terjadi dengan cepat karena permukaan absorpsinya luas. Pemberian obat dengan cara ini cukup susah dan kurang baik karena: perlu alat yang khusus, sukar mengatur dosisnya dan obatnya dapat mengiritasi epithel paru.

g) Intra-vena
Pemberian obat dengan cara ini , obat tidak mengalami absorpsi, maka kadar obat dalam darah dapat diperoleh dengan cepat, tepat dan dapat disesusaikan langsung dengan penderita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar